Trending

Plagiasi di Dunia Fashion: Viral Tas Peggy Hartanto Dijiplak Brand Lokal

Tas ikonik Peggy Hartanto diduga diplagiat oleh brand lokal. Simak fakta kasusnya dan panduan etis yang wajib dipegang calon pengusaha di industri kreatif.

Vania Rossa | Ayu Ratna

Tas Peggy Hartanto (Instagram/peggyhartanto)
Tas Peggy Hartanto (Instagram/peggyhartanto)

Dewiku.com - Di dunia fashion, plagiasi bukan hal baru. Banyak desainer harus menghadapi produk mereka dijiplak, terutama saat karya tersebut tengah viral dan diminati banyak orang. Salah satu yang baru saja mengalaminya adalah Peggy Hartanto. Tas ikoniknya yang berbentuk Love diduga diplagiat mentah-mentah oleh sebuah brand lokal.

Kabar ini awalnya mencuat dari unggahan video di akun TikTok @dosen_fahsyun milik Dino Augusto, yang langsung bikin netizen heboh.

Dalam video itu, Dino menjelaskan kalau bentuk tas, ukuran, bahkan detail talinya nyaris 100% sama. Bedanya, tas asli Peggy Hartanto dibanderol sekitar Rp3 jutaan di Plaza Senayan, sedangkan versi plagiatnya dijual jauh lebih murah.

Dino pun menyinggung soal etis dan legalitas dalam dunia desain, termasuk soal teknik “ubah sedikit” yang kadang dipakai pelaku plagiat biar lolos dari tuduhan.

Yang bikin miris, Dino bilang karya original seperti milik Peggy butuh proses panjang—trial and error—sampai akhirnya sukses di pasaran. Begitu karyanya “meledak”, malah ada pihak yang memanfaatkan momentum dengan menjiplak habis-habisan.

Tas Ikonik Peggy Hartanto dan Kasus Plagiasi Brand Lokal

Tas yang jadi korban plagiasi ini sebenarnya punya ciri khas yang sulit dilupakan. Salah satunya cow leather bucket bag dengan desain elegan, detail appliqué unik, dan pilihan tiga warna mewah.

Dibanderol sekitar Rp3,8 jutaan, tas ini populer di kalangan pecinta fashion karena memadukan bahan kulit sapi asli dan desain yang timeless.

Dino mengungkap tiga kemiripan mencolok antara tas Peggy Hartanto dan tas brand lokal tersebut, yaitu sama-sama berbentuk persegi panjang, punya tali pendek seperti versi asli, serta ada juga tali panjang yang desainnya persis tas asli.

Bedanya, tas Peggy Hartanto menggunakan leather asli, sedangkan versi tiruannya pakai bahan yang jauh lebih murah.

Fenomena kayak gini sebenarnya bukan hal baru di industri fashion. Banyak desainer yang mengalami nasib serupa, apalagi ketika produknya sedang viral. Padahal, plagiasi bukan cuma masalah etika, tapi juga bisa berurusan langsung dengan hukum hak kekayaan intelektual (HKI).

Hal yang Boleh dan Tidak Dilakukan Calon Pengusaha

Buat calon pengusaha, apalagi di industri kreatif, ada beberapa aturan main yang perlu dipegang biar nggak terjerumus ke kasus serupa.

Yang boleh dilakukan:

  • Mendaftarkan hak desain industri atau hak cipta biar desain dilindungi secara hukum
  • Membuat desain baru dengan unsur kebaruan yang belum pernah dipublikasikan
  • Melakukan riset pasar untuk memastikan ide yang dibuat nggak nabrak hak orang lain
  • Menyelesaikan sengketa desain lewat kerja sama atau mediasi
  • Menghormati karya orang lain dan menghindari tiruan

Yang nggak boleh dilakukan:

  • Meniru desain produk yang sudah terdaftar hak desain industrinya
  • Mengklaim desain orang lain sebagai karya sendiri
  • Memproduksi barang tiruan yang membingungkan konsumen
  • Mengabaikan pendaftaran hak cipta atau desain
  • Menyembunyikan informasi penting saat terjadi sengketa hukum

Intinya, pengusaha harus kreatif dan inovatif, bukan cuma pandai meniru. Menghargai karya orang lain bukan cuma menjaga etika, tapi juga melindungi reputasi bisnis.

Kasus tas Peggy Hartanto ini jadi pelajaran penting buat pelaku usaha. Di era digital, plagiat bisa cepat ketahuan dan dampaknya bisa besar, mulai dari reputasi yang hancur sampai ancaman hukum. Kalau mau sukses jangka panjang, bangun brand dari kreativitas sendiri, bukan dari hasil meniru orang lain.

Berita Terkait

Berita Terkini