Fanri Collection, Mahakarya Kulit Ikan Pari di Tangan Difabel

Kulit ikan pari yang menjadi ladang duit.

By: Rima Sekarani Imamun Nissa icon Sabtu, 02 Februari 2019 icon 15:30 WIB
Fanri Collection, Mahakarya Kulit Ikan Pari di Tangan Difabel

Sulaeman mengembangkan usaha kerajinan kulit ikan pari 'Fanri Colection' bersama para difabel. (Arkadia Digital Media/Ema Rohimah)

Item fesyen seperti tas dan dompet berbahan dasar kulit memiliki nilai jual tinggi dan selalu digemari. Bisnis kerajinan kulit jugalah yang telah menjadikan Sulaeman seorang pengusaha sukses.

Meski hanya tamatan SMA, pria berusia 55 tahun ini berhasil membesarkan Fanri Colection yang ia rintis sejak tahun 1994.

Fanri Collection sendiri adalah rumah produksi dari bisnis kerajinan kulit yang nantinya diolah menjadi bermacam produk seperti tas, dompet, gantungan kunci, dan sabuk. Uniknya, bahan yang menjadi andalan adalah kulit ikan pari.

Baca Juga: Jadi Ikon Wanita Modis, 5 Tren Fesyen Ini Sudah Dipakai Putri Diana Duluan

Selain lezat dan kandungan lemak yang rendah, ternyata ikan pari bisa disulap menjadi barang seni. Di tangan Sulaeman dan pekerjanya, kulit ikan pari disulap menjadi item fesyen berkualitas tinggi.

Sulaeman menjalankan produksi kerajinan kulit ikan pari di Jalan Kaliurang, KM 13,5 Sukoharjo, Ngaglik, Sleman. Lokasinya kurang lebih 30 meter di selatan Pusat Rehabilitasi Penyandang Cacat YAKKUM Sleman.

Sulaeman mengaku sudah merintis bisnis ini dari nol. Awalnya Ia melihat kulit ikan pari bisa menghasilkan pundi-pundi yang tidak sedikit.

Baca Juga: Rayakan Inklusivitas, Butik Ini Pajang Manekin Duduk di Kursi Roda

''Saya dulu tertarik karena kulit ikan pari punya nilai jual tinggi. Otomatis secara produksi dan upah karyawan bisa tinggi. Jadi kita arahin ke sana,'' ujar pria berperawakan kurus itu.

Harga untuk setiap picisnya pun tidak main-main. Untuk harga dompet dipatok mulai dari Rp 200 ribu hingga Rp 600 ribu. Untuk tas wanita berkisar Rp 750 ribu hingga Rp 2 jutaan. Fanri Collection juga menerima pemesanan produk custom dengan harga yang beragam.

Pria kelahiran 10 Oktober 1963 itu mengatakan bahwa dulu ia tak memiliki modal sama sekali dalam merintis usaha, sebab awalnya ia hanya menerima jasa pembuatan.

''Sekarang sebulan omzet bisa 100 juta, bahkan lebih,'' tambahnya.

Aneka kerajinan kulit ikan pari 'Fanri Colection'. (Arkadia Digital Media/Ema Rohimah)
Aneka kerajinan kulit ikan pari 'Fanri Colection'. (Arkadia Digital Media/Ema Rohimah)

 

Memberdayakan Disabilitas

Pria asal Brebes ini tidak hanya sukses secara komersil, tapi juga morel. Sebab, ia tidak menutup mata pada karyawan penyandang cacat alias disabilitas.

Hal ini tidak terlepas dari latar belakangnya yang juga memiliki kekurangan. Sejak kecil Sulaeman harus kehilangan kaki kirinya karena menderita polio.

Keterbatasan fisik tidak menghalanginya terus produktif dan mandiri. Meski sudah berusia senja dan dibantu kaki palsu untuk berjalan, ia tampak gesit terjun langsung di area produksi.

Fanri Collection pun menjadi bengkel kerja bagi sejumlah difabel yang berkarya sebagai pengrajin kulit ikan pari.

''Saya punya kepedulian karena merasakan hal yang sama. Kesempatan kerja untuk mereka kan sedikit sekali. Ingin menciptakan peluang supanya mereka juga bisa bekerja seperti lainnya,'' ujar dia.

Saat ini Sulaeman memiliki 17 karyawan, di mana 10 orang di antaranya adalah penyandang cacat. Mereka terdiri dari penderita polio dan korban kecelakaan yang harus diamputasi.

Fanri Collection. (Dewiku.com/Yasinta Rahmawati)
Fanri Collection. (Dewiku.com/Yasinta Rahmawati)

 

''Saya sudah kerja dari zaman krisis moneter,'' ujar Waris, salah satu pekerja Fanri Collection.

Sambil asik melipat bagian dalam kerangka dompet, Waris bercerita kalau ia menderita polio sedari kecil. Sempat putus asa, Waris remaja memutuskan untuk ikut kursus di YAKKUM.

''Habis kursus terus ke sini. Sekarang umur saya 37, ya berarti sudah 20 tahun lah,'' tambahnya.

Dalam menjaring karyawan difabel, Sulaeman sendiri tidak memberikan syarat yang muluk-muluk. ''Yang penting mau kerja aja, terus nanti kita training 1 sampai 3 bulan,'' ungkapnya.

Berkat kepeduliannya pada penyandang cacat itu, Sulaeman diganjar beberapa penghargaan. Salah satunya adalah Inspiring Award dari Bank BRI sebagai ''Inspirasi kepada Masyarakat untuk Terus Berkarya'' pada 2009 lalu di Jakarta. 

Fanri Collection. (Dewiku.com/Yasinta Rahmawati)
Fanri Collection. (Dewiku.com/Yasinta Rahmawati)

 

Harapan ke Depan

Sulaeman membuka counter di rumahnya untuk memasarkan produk kerajinan kulit ikan pari. Namun untuk pemasaran partai besar, Sulaeman lebih banyak mengirim produknya ke kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung dan Surabaya, Sumatera, hingga Merauke.

Belakangan ia juga menjalin kemitraan dengan kolega di Semarang untuk ekspor. Ia mengaku distribusi produk secara mandiri masih menjadi kendala terbesarnya.

''Untuk distribusi sendiri itu berbelit-belit prosesnya. Prosedurnya agak susah jadi untuk sekarang kami lebih mengandalkan jaringan, ujar Sulaeman.

Saat ditanya harapan, Suleman mengaku ingin membesarkan nama merek Fanri Collection lagi. Sebab selama ini Fanri Collection masih menjadi nama dagang atau rumah produksi, belum menjadi merek yang tertera pada produk.

Baca Juga: Berbakat, Desainer Difabel Ini Dilirik Hengky Kurniawan

''Tanpa ada merek di produk pun banyak yang sudah tahu kalau itu produksi sini, tapi target untuk itu (membesarkan nama merek) tetap ada,'' pungkas pengusaha kerajinan ikan pari ini.

BERITA TERKAIT

BERITA TERKINI