Rawan Jadi Korban Kekerasan, Perempuan Pembela HAM Butuh Perlindungan Negara

Menurut Komnas Perempuan, kekerasan yang dialami PPHAM sering kali bersifat sistematis.

By: Rima Sekarani Imamun Nissa icon Minggu, 01 Desember 2024 icon 09:42 WIB
Rawan Jadi Korban Kekerasan, Perempuan Pembela HAM Butuh Perlindungan Negara

Ilustrasi perempuan pembela HAM (Freepik)

Beragam tantangan masih terus membayangi gerak perempuan pembela hak asasi manusia (PPHAM) di Indonesia dalam lima tahun ke depan. Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyoroti bagaimana perjuangan PPHAM di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo.

"Berbagai tantangan masih akan terus membayangi PPHAM di Indonesia untuk isu kekerasan terhadap perempuan, isu sumber daya alam dan lingkungan, isu kebebasan berekspresi, perempuan jurnalis, perempuan dengan disabilitas, isu minoritas gender dan seksual serta isu lainnya termasuk di Papua," ungkap Ketua Subkom Pengembangan Sistem Pemulihan Komnas Perempuan, Komisioner Theresia Iswarini, Jumat (29/11/2024), dikutip Dewiku.com dari siaran pers.

"Minimnya kebijakan perlindungan terhadap kerja-kerja pembela HAM termasuk belum diakuinya kerja-kerja PPHAM tersebut merupakan salah satu faktor penyebabnya," imbuhnya.

Baca Juga: Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan: Perjuangan Tiada Henti Lawan Ketidakadilan dan Penindasan

Berdasarkan Catatan Tahunan Komnas Perempuan, terdapat 89 kasus kekerasan terhadap PPHAM sepanjang 2019 hingga 2023. Serangan terbanyak dialami PPHAM pada kelompok isu kekerasan terhadap perempuan, yakni mencapai 71 kasus. Selain itu, tercatat delapan kasus serangan yang terjadi pada PPHAM pada isu lingkungan dan sumber daya alam (SDA).

Menurut Komisioner Veryanto Sitohang selaku Ketua Subkom Partisipasi Masyarakat Komnas Perempuan, serangan terhadap PPHAM kerap diiringi upaya delegitimasi.

"Kekerasan yang dialami PPHAM sering kali bersifat sistematis, dan bertujuan untuk membungkam suara perempuan yang memperjuangkan kebenaran. Ada upaya delegitimasi terhadap PPHAM baik melalui ancaman yang menyasar tubuh dan seksualitasnya sebagai perempuan, maupun melalui upaya kriminalisasi," kata dia.

Baca Juga: Terbatas dan Susah Diakses, Layanan Kesehatan Perempuan Masih Jauh dari Harapan

Komisioner Veryanto Sitohang juga memaparkan, "Dari catatan kekerasan yang dialami PPHAM pada tahun 2020 hingga 2023, tercatat ada 4 (empat) kasus yang merupakan kasus kriminalisasi. Selain PPHAM, keluarganya juga berpotensi menjadi sasaran kekerasan, diskriminasi dan kriminalisasi."

Memperingati Hari PPHAM Internasional 2024, Komnas Perempuan menyelenggarakan diskusi publik bertajuk "Perempuan Pembela HAM: Meneguhkan Solidaritas dan Gerakan Perempuan di ASEAN", Kamis (28/11/2024) lalu. Acara tersebut sekaligus merupakan bagian dari kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (16HAKTP).

"Kampanye ini untuk memastikan terciptanya dan terus berkelanjutannya upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan," ujar Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani.

Andy lalu mengungkapkan, diskusi publik hari itu juga digelar untuk merespons situasi kekinian yang potensial memengaruhi kerja-kerja PPHAM, bukan hanya Indonesia, tetapi juga wilayah Asia Tenggara.

Baca Juga: Aksi Kamisan Pertama di Era Prabowo, Pelanggaran HAM Berat Harus Dipertanggungjawabkan

"Ruang diskusi ini menjadi momen strategis untuk menyuarakan pentingnya pelindungan dan peneguhan solidaritas bagi PPHAM di Indonesia dan Asia Tenggara, termasuk di wilayah-wilayah konflik," tuturnya.

BERITA TERKAIT

BERITA TERKINI