Kekhawatiran di Balik Rencana Kepulangan Mary Jane, Penjara Indonesia Lebih Baik?

Rencana kepulangan Mary Jane ternyata berbuah kekhawatiran dari keluarganya di Filipina. Kenapa?

By: Rima Sekarani Imamun Nissa icon Kamis, 28 November 2024 icon 14:30 WIB
Kekhawatiran di Balik Rencana Kepulangan Mary Jane, Penjara Indonesia Lebih Baik?

Aksi menentang hukuman mati Mary Jane Veloso di depan Istana Negara, Jakarta, pada April 2015 lalu. (Suara.com)

Nasib terpidana mati kasus narkoba asal Filipina, Mary Jane Fiesta Veloso, tengah menjadi sorotan. Hal tersebut berkaitan dengan keputusan Presiden Prabowo Subianto yang menyetujui kebijakan transfer of prisoner untuk memulangkan Mary Jane ke Filipina setelah 14 tahun ditahan di Indonesia.

Ibunda Mary Jane, Celia Veloso menyambut hangat kabar kepulangan anaknya dari Indonesia. Begitu pula dengan dua anak Mary Jane yang sudah tak sabar bertemu kembali dengan sang ibu.

"Mereka memastikan akan menghabiskan waktu-waktu mereka dengan Mary Jane ketika dia kembali, menggantikan waktu-waktu yang telah hilang selama dia ada di Indonesia," ungkap Celia saat konferensi pers yang digelar Beranda Migran dan Human Rights Working Group (HRWG) secara daring, Selasa (26/11/2024) kemarin, dikutip Dewiku.com dari Suara.com.

Baca Juga: Ironi Pekerja Migran: Pahlawan Devisa yang Rentan Terjebak Lingkaran Penderitaan

Namun, di balik suka cita yang dirasakan, ternyata ada kekhawatiran tersendiri dari pihak keluarga. Hal tersebut diungkapkan Joanna Concepcion selaku perwakilan Migrante Internasional, organisasi asal Filipina yang mengadvokasi hak-hak pekerja migran.

Kekhawatiran Keluarga Mary Jane

Keluarga rupanya belum menerima informasi lebih lanjut terkait kepulangan Mary Jane sejak Presiden Filipina Marcos Jr menyampaikan pengumuman lewat media sosialnya.

Baca Juga: Kabinet Maskulin ala Prabowo: di Mana Janji Kesetaraan Gender Pak Presiden?

"Pertanyaan pertama kami adalah kapan akan dikembalikan dan fasilitas apa yang disediakan oleh pemerintah Filipina bagi Mary Jane ketika dia benar-benar balik ke Filipina," kata Joanna.

Joanna mengungkapkan, pihak keluarga mencemaskan bagaimana Mary Jane akan diperlakukan saat kembali ke Filipina. Sang ibunda juga membandingkan kondisi penjara di negaranya dan Indonesia, khususnya tempat Mary Jane ditahan selama ini.

"Menurut keluarga Mary Jane, kondisi mereka di Lapas Yogyakarta itu sebenarnya sangat baik," ujar Joanna.

Keluarga pun bertanya-tanya tentang banyak hal terkait nasib Mary Jane setelah disetujuinya kebijakan transfer of prisoner.

"Ke manakah si Mary Jane akan dibawa nanti di Filipina? Apakah hanya di penjara yang regular, berkumpul dengan kriminal lainnya, atau bagaimana? Itu kemudian yang menjadi concern dari keluarga Marry Jane," kata Joanna.

"Karena kalau Mary Jane dipindahkan ke penjara regular, maka akan bahaya juga bagi Mary Jane," imbuhnya.

Migrante Internasional meminta Pemerintah Filipina segera memberikan informasi lebih lanjut terkait kepulangan Mary Jane. Hal ini tak terkecuali memastikan berbagai fasilitas yang akan diberikan untuk menjaga keamanan dan keselamatan Mary Jane.

"Kami ingin mendorong lagi kepada pemerintah untuk dapat memperlancar proses pemulangan Mary Jane agar berlangsung aman dan lancar. Kami juga ingin menggarisbawahi bahwa yang terjadi pada Mary Jane ini adalah bentuk pelanggaran humanitarian," tegas Joanna.

Mencari Solusi Terbaik untuk Kasus Mary Jane

Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) meminta pemerintah Indonesia memberikan perhatian lebih terkait dengan rencana pemindahan Mary Jane ke Filipina. Hak-hak perempuan yang tengah berkonflik dengan hukum harus diperhatikan dengan seksama. Hal ini terlebih mengingat kompleksitas dan kerentanan perempuan dalam menghadapi proses hukum.

"Kita harus memastikan bahwa kerentanan yang lebih spesifik yang itu dihadapi terkait dengan kasus dan konteks kehidupannya, termasuk dengan keluarga itu juga bisa terkover dengan baik," kata Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani.

Menurut Andy, pemindahan Mary Jane tidak hanya berkaitan dengan aspek hukum, tetapi juga perlindungan hak asasi manusia (HAM), terutama hak-hak perempuan yang rentan.

"Maka tentunya perlindungan yang lebih utuh ini perlu melibatkan, misalnya, pihak-pihak yang memang dapat mengenali dengan lebih baik resiko-resiko yang dihadapi maupun bentuk pemulihan yang dibutuhkan," papar Andy.

Komnas Perempuan akan terus berdiskusi dengan pemerintah Indonesia mengenai langkah-langkah selanjutnya. Selain itu, mereka berharap dapat memperluas diskusi terkait dengan pemerintah Filipina untuk mencari solusi yang terbaik bagi Mary Jane.

"Tentunya kami berharap bisa berlanjut dengan pemerintah Filipina, sekurang-kurangnya disampaikan melalui kedutaan besar Filipina yang bertugas di Indonesia pada saat ini," tandasnya.

Kilas Balik Kasus Mary Jane

Mary Jane merupakan pekerja migran asal Filipina yang direkrut untuk bekerja di Malaysia. Dirinya kemudian dijebak terbang ke Yogyakarta untuk membawa narkotika pada April 2010. Mary Jane ditangkap di Bandara Adisutjipto dengan barang bukti berupa heroin seberat 2,6 kilogram.

Oktober 2010, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sleman menjatuhkan vonis hukuman mati, lebih berat dari tuntutan jaksa yang menuntut pidana seumur hidup.

Eksekusi Mary Jane dijadwalkan pada 29 April 2015 di Nusakambangan, Jawa Tengah. Namun, ekskusi tersebut akhirnya ditunda karena Maria Cristina Sergio, orang yang diduga merekrut Mary Jane, menyerahkan diri ke polisi Filipina sehari sebelumnya.

"Ini bukan dibatalkan, tetapi ditunda. Jadi, ada surat Pemerintah Filipina, ada kasus human trafficking. Ada penundaan, bukan pembatalan," kata Presiden Joko Widodo kala itu.

Pada 11 November 2024, Kementerian Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi dan Pemasyarakatan (Kemenko Kumham Impias) menerima kunjungan Duta Besar Filipina dan menyatakan akan mempertimbangkan permintaan dari Pemerintah Filipina untuk memindahkan Mary Jane ke negara asalnya. 

Setelahnya, Presiden Filipina Marcos Jr. mengumumkan bahwa Mary Jane akan segera kembali ke Filipina lewat unggahan Instagram pada 20 November 2024.

Baca Juga: Aksi Kamisan Pertama di Era Prabowo, Pelanggaran HAM Berat Harus Dipertanggungjawabkan

"Setelah lebih dari satu dekade diplomasi dan konsultasi dengan pemerintah Indonesia, kami berhasil menunda eksekusinya cukup lama untuk mencapai kesepakatan untuk akhirnya membawanya kembali ke Filipina," ungkap sang presiden.

BERITA TERKAIT

BERITA TERKINI