Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan: Angka Kasus Turun, Perjuangan Berlanjut!

Penghapusan kekerasan terhadap perempuan adalah harga mati

By: Rima Sekarani Imamun Nissa icon Kamis, 17 Oktober 2024 icon 08:51 WIB
Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan: Angka Kasus Turun, Perjuangan Berlanjut!

Ilustrasi kampanye penghapusan kekerasan terhadap perempuan (Freepik)

Berdasarkan Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN), angka kekerasan terhadap perempuan usia 15-64 tahun diketahui menurun dari 9,4 persen pada 2016 menjadi 6,6 persen di 2024. Meski begitu, bukan berarti perjuangan untuk penghapusan kekerasan terhadap perempuan boleh melandai.

Hasil survei yang dilakukan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) itu disebut telah sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Meski begitu, berbagai upaya tetap harus dilakukan karena nyatanya memang masih ada perempuan yang menjadi korban kekerasan.

Melansir Suara.com, Kamis (17/10/2024), SPHPN 2024 menunjukkan bahwa 1 dari 4 perempuan usia 15-64 tahun di Indonesia pernah mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual dari pasangan dan/atau selain pasangan selama hidupnya. Kekerasan itu cenderung terjadi mereka yang tinggal di perkotaan, berpendidikan SMA ke atas, dan/atau perempuan pekerja.

Baca Juga: Efek Domino Kasus Brandoville Studios: Stigma Kembali Menghambat Karier Perempuan

Ilustrasi kekerasan terhadap perempuan (Freepik)
Ilustrasi kekerasan terhadap perempuan (Freepik)

Berkaitan dengan kondisi tersebut, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) kembali mengajak seluruh pihak untuk mempererat kerja bersama mewujudkan cita-cita bagi penghapusan kekerasan terhadap perempuan. 

"Komitmen kita pada penghapusan kekerasan terhadap perempuan mencakup persoalan di masa lalu, kini dan juga mengantisipasi perkembangan kekerasan berbasis gender di masa depan," ujar Andy Yentriyani, Ketua Komnas Perempuan, pada malam puncak peringatan Ulang Tahun ke-26 Komnas Perempuan di Jakarta, Rabu (16/10/2024), dikutip Dewiku.com dari siaran pers.

Sebagai lembaga pertama yang didirikan pasca Orde Baru, Komnas Perempuan kerap menyebut dirinya sebagai putri sulung reformasi. Lembaga ini didirikan atas desakan masyarakat sipil pada tanggung jawab negara pada kekerasan seksual dalam Tragedi Mei 1998.

Baca Juga: FEMISIDA: Dari Objektifikasi hingga Pembunuhan, Siklus Kekerasan terhadap Perempuan

Dalam menjalankan mandatnya, Komnas Perempuan menyikapi kekerasan terhadap perempuan yang terjadi di ranah personal, publik dan negara. Lembaga ini juga berperan dalam pembentukan landasan hukum baru, seperti Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (PKDRT), Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PTPPO), Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), kebijakan daerah terkait sistem peradilan pidana terpadu dalam penanganan kekerasan terhadap perempuan (SPPT PKKTP), dan upaya harmonisasi kebijakan menyikapi kebijakan-kebijakan diskriminatif yang terbit atas nama otonomi daerah.

Setiap capaian Komnas Perempuan merupakan buah dari kerja kolaboratif dengan kementerian/lembaga, aparat penegak hukum, pemerintah daerah, serta lembaga layanan korban dan berbagai elemen masyarakat sipil.

Tahun ini, Komnas Perempuan juga memberikan apresiasi khusus terhadap pemangku kepentingan yang dalam periode 2020-2025 mengembangkan tonggak penting dalam koordinasi penanganan kasus, mengembangkan kebijakan yang kondusif bagi penghapusan kekerasan terhadap perempuan dan mempelopori ruang aman dari kekerasan. 

"Pemberian apresiasi khusus ini kami harapkan dapat menyemangati kerja-kerja semua pihak, menjadi inspirasi dalam intervensi dan menguatkan kemitraan lintas aktor untuk dapat terus memajukan pemenuhan hak-hak perempuan," jelas komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah. 

Komnas Perempuan juga mencatat 10 Perempuan Pembela HAM (PPHAM) yang wafat dalam setahun terakhir untuk ditambahkan dalam tribute dari 82 PPHAM yang selama hidupnya telah memperjuangkan hak perempuan. Tribute ini merupakan pengakuan dan penghormatan perjuangan PPHAM dalam menegakkan dan memajukan HAM perempuan dalam berbagai sektor, termasuk lingkungan, pelanggaran HAM masa lalu, disabilitas, hukum, jurnalisme dan penanganan kekerasan terhadap perempuan di dalam konteks kepulauan.

Sosok PPHAM yang jasanya layak dikenang di antaranya adalah Tumbu Saraswati. Meninggal pada April 2024, almarhum merupakan salah satu penggagas layanan khusus pendampingan hukum bagi perempuan korban kekerasan yang kini sudah berkembang di berbagai provinsi Indonesia. Selain itu, selama menjadi anggota DPR RI, mendiang juga termasuk inisiator dalam penyusunan dan pengesahan UU Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga dan turut melahirkan UU Administrasi Kependudukan.

Ada pula Melly Tan, komisioner purnabakti Komnas Perempuan periode 1998-2001 dan 2002-2003. Bersama dengan beberapa tokoh perempuan yang membawa kasus perkosaan akibat Tragedi Mei 1998 pada pertemuan dengan Presiden Habibie, Melly Tan turut membidani lahirnya Komnas Perempuan.

Baca Juga: Love Bombing Berujung KBGO, Pelaku Awalnya Husband Material Banget

Komisioner Komnas Perempuan, Theresia Iswarini mengatakan, "Tribute adalah cara merayakan kehidupan sosok yang dedikasi dan sumbangsih pemikirannya kita harapkan menjadi aspirasi dan dilanjutkan oleh PPHAM saat ini."

BERITA TERKAIT

BERITA TERKINI