Rawan Jadi Korban Kekerasan, Perempuan dengan Disabilitas Hadapi Kerentanan Berlapis

Perempuan dengan disabilitas rentan menjadi korban kekerasan.

By: Rima Sekarani Imamun Nissa icon Rabu, 11 Desember 2024 icon 11:51 WIB
Rawan Jadi Korban Kekerasan, Perempuan dengan Disabilitas Hadapi Kerentanan Berlapis

Ilustrasi perempuan melawan kekerasan berbasis gender (Freepik/jcomp)

Sasana Inklusi dan Gerakan Advokasi Difabel (SIGAB) Indonesia menyebut perempuan dengan disabilitas rentan menjadi korban kekerasan. Kebijakan yang tidak berpihak pada perempuan berkebutuhan khusus jadi sorotan.

"Perempuan difabel menghadapi kerentanan berlapis yang meningkatkan risiko kekerasan, mulai dari kekerasan fisik, psikis, seksual, hingga kekerasan dalam rumah tangga," ungkap Direktur SIGAB Indonesia, Muhammad Joni Yulianto pada mimbar terbuka bersama jaringan organisasi masyarakat sipil di Yogyakarta, Selasa (10/12/2024), dikutip Dewiku.com dari Suarajogja.id.

Acara kemarin digelar untuk memperingati Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (HAKTP), Hari Hak Asasi Manusia, sekaligus Hari Disabilitas Internasional. Menurut Joni, ketiga momen tersebut merupakan ajang refleksi bersama untuk mengevaluasi pemenuhan hak kelompok rentan, khususnya perempuan difabel.

Baca Juga: Ancaman Kekerasan Seksual di Era Digital, Pelakunya Kebanyakan Mantan Pacar

Joni memaparkan, beberapa kebijakan dan praktik baik memang telah diterapkan. Meski demikian, tak dipungkiri bahwa masih banyak masalah dan tantangan kompleks yang terjadi di lapangan.

Berbagai bentuk eksploitasi dan kekerasan struktural yang kerap dialami perempuan difabel juga menjadi sorotan SIGAB. Menurut Joni, penyebabnya bisa berkaitan dengan banyak faktor, termasuk pengaruh adat istiadat hingga kebijakan negara yang tidak berpihak.

Dari pendampingan kasus SIGAB selama 2016-2024, tercatat sebanyak 183 kasus kekerasan terhadap difabel, mencakup kekerasan seksual, KDRT, penelantaran, dan lainnya.

Baca Juga: Jeritan Bisu Korban Kekerasan: Perempuan Berhak Aman dari Rasa Takut

"Dalam konteks HAM, penting untuk memastikan bahwa prinsip-prinsip perlindungan tidak hanya ada di atas kertas, tetapi juga diterapkan secara nyata," tegas Joni.

Sebelumnya, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) juga menyebut perempuan dengan disabilitas di Indonesia menghadapi diskriminasi sistemik.

Risiko kekerasan berbasis gender dan disabilitas pun masih tinggi. Berdasarkan Catatan Tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan, tak kurang dari 105 kasus kekerasan terhadap perempuan dengan disabilitas sepanjang tahun 2024.

Kondisi tersebut menjadi penghambat signifikan bagi perempuan dengan disabilitas untuk berpartisipasi penuh dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh karenanya, penguatan perempuan dengan disabilitas penting dilakukan sebagai bagian integral dari pembangunan yang inklusif di Tanah Air.

Bahrul juga mengungkapkan bahwa tindakan pencegahan mesti menjadi prioritas guna memutus siklus kekerasan tersebut. 

Baca Juga: Setop Diskriminasi! Saatnya Perempuan Disabilitas Berpartisipasi Lebih Aktif dalam Pembangunan Inklusif

"Stigma masyarakat, keterbatasan akses layanan dasar, dan minimnya fasilitas pemulihan korban yang inklusif memperparah kerentanan perempuan dengan disabilitas," ujar Komisioner Ketua Sub Komisi Pemantauan Komnas Perempuan, Bahrul Fuad.

BERITA TERKAIT

BERITA TERKINI