Ragam
Soft Life: Gaya Hidup Baru Perempuan yang Menolak Stres dan Drama
Soft Life bukan sekadar gaya hidup mewah atau bermalas-malasan. Lebih dari itu, ini adalah tentang menciptakan kehidupan yang nyaman, tenang, dan minim stres.
Vania Rossa

Dewiku.com - Dalam era modern yang serba cepat, tren soft life muncul sebagai antitesis dari budaya hustle yang serba kompetitif. Gaya hidup ini, yang semakin populer di kalangan perempuan, menekankan pada keseimbangan, kedamaian, dan penolakan terhadap stres serta drama yang tidak perlu.
Apa Itu Soft Life?
Baca Juga
Diskon, Cashback hingga Midnight Sale! Bazaar Ini Hadirkan Promo Lebaran Meriah
Di Balik Pertanyaan "Kapan Nikah?": Dampak Single Shaming Pada Kesehatan Mental Perempuan
Money Guilt: Kenapa Perempuan Sering Merasa Bersalah Saat Menghabiskan Uang?
Gaji Tinggi dan Karier Impian: Alasan Singapura Jadi Daya Tarik Bagi Pekerja Indonesia
Stigma Perempuan Breadwinner: Kemandirian Finansial Kuat dan Tekanan Sosial
Ketika Kehidupan Pribadi Anak Jadi Konten Momfluencer: Tren atau Eksploitasi?
Soft Life bukan sekadar gaya hidup mewah atau bermalas-malasan. Lebih dari itu, ini adalah tentang menciptakan kehidupan yang nyaman, tenang, dan minim stres.
Selama bertahun-tahun, perempuan didorong untuk melakukan segalanya, mengejar karier gemilang, menjadi pasangan dan ibu yang sempurna, serta tetap tampil tanpa cela.
Namun, realitanya, tuntutan ini sering kali berujung pada stres kronis dan kelelahan mental.
Dilansir dari Vogue, Amanda Lewis, seorang kreator konten asal New York, mengatakan bahwa ia berpikir kalau semakin sibuk dirinya, maka ia pun akan semakin sukses. Tetapi, nyatanya, hanya kelelahan yang didapat.
“Saya dulu berpikir bahwa semakin sibuk saya, semakin sukses saya. Tapi ternyata, saya hanya semakin lelah dan tidak bahagia,” ujarnya.
Dan kini, ia memilih bekerja dari rumah, mengatur waktunya sendiri, dan lebih fokus pada kebahagiaan pribadi.
Soft Life Bukan Malas, Tetapi Cerdas
Ada anggapan bahwa perempuan yang memilih soft life adalah pemalas atau tidak ambisius.
Padahal, menurut Dr. Sarah Johnson, psikolog dari University of California, ini justru tentang membuat pilihan yang lebih cerdas.
“Perempuan yang menerapkan gaya hidup ini bukan berarti berhenti bekerja atau berusaha. Mereka hanya lebih selektif dalam memilih apa yang layak untuk energi dan waktu mereka,” ungkapnya.
Alih-alih mengikuti standar kesuksesan konvensional, mereka lebih memilih pekerjaan dengan fleksibilitas tinggi, lingkungan sosial yang mendukung, serta keseimbangan hidup yang lebih baik.
Lantas, bagaimana menerapkan soft life dalam kehidupan sehari-hari?
Nah, buat kamu yang merasa terus-menerus lelah dan ingin mencoba gaya hidup yang lebih tenang, ini beberapa cara sederhana untuk memulainya:
Tetapkan Batasan. Jangan biarkan pekerjaan menguasai hidupmu. Berani mengatakan “tidak” pada hal-hal yang tidak sejalan dengan kebahagiaan kalian.
Pilih Lingkungan yang Positif. Hindari drama dan hubungan yang hanya menguras energi. Kelilingi diri dengan orang-orang yang mendukung dan memahami.
Prioritaskan Self Care Luangkan waktu untuk hal-hal yang membuat bahagia, entah itu membaca buku, berolahraga, atau sekadar menikmati kopi pagi dengan tenang.
Ubah Mindset tentang Kesuksesan. Kesuksesan tidak harus berarti sibuk 24/7. Kesuksesan sejati adalah ketika kita bisa menikmati hidup tanpa merasa terbebani.
Hanya Sekedar Tren atau Perubahan Permanen?
Seiring meningkatnya kesadaran akan kesehatan mental, banyak ahli percaya bahwa soft life bukan hanya tren sesaat, tetapi bagian dari perubahan besar dalam cara kita memandang kehidupan dan pekerjaan.
Menurut laporan Harvard Business Review, semakin banyak perusahaan mulai menerapkan kebijakan kerja fleksibel demi keseimbangan hidup yang lebih baik.
Dr. Sarah Johnson menambahkan, hidup yang lebih tenang dan bahagia bukan hanya tren, melainkan perubahan yang bisa membawa dampak positif jangka panjang.
“Hidup yang lebih tenang dan bahagia bukan sekadar tren, melainkan perubahan pola pikir yang bisa membawa dampak positif jangka panjang, terutama bagi perempuan yang selama ini merasa harus selalu memenuhi ekspektasi sosial,” ujarnya.
Pada akhirnya, soft life bukan soal menyerah pada ambisi, tapi tentang memilih jalan yang lebih damai untuk mencapainya.
(Mauri Pertiwi)