Ragam

Hidup di Era AI: Anak Harus Dibekali Skill Kritis, Kreatif, dan Bijak

Di era AI yang makin canggih, anak-anak perlu dibekali keterampilan berpikir kritis, kreatif, dan bijak agar nggak sekadar jadi pengguna teknologi. Simak cara orang tua bisa menuntun anak menghadapi tantangan digital dengan tepat.

Vania Rossa

Anak menggunakan smartphone. (Freepik)
Anak menggunakan smartphone. (Freepik)

Dewiku.com - Kehadiran artificial intelligence (AI) sudah nggak bisa dipisahkan dari hidup kita. Dari sekolah, pekerjaan, sampai hiburan sehari-hari—semuanya makin dipengaruhi oleh teknologi pintar ini. Nah, di balik semua kemudahan yang ditawarkan AI, ada tantangan besar buat generasi muda. Anak-anak nggak cukup hanya pintar secara akademis, mereka juga butuh bekal keterampilan yang relevan agar bisa tetap unggul di era digital.

Sebuah riset McKinsey bahkan mengidentifikasi ada 56 skill spesifik yang bisa bikin manusia tetap relevan berdampingan dengan AI. Mulai dari literasi digital, kemampuan berpikir kritis, sampai keterampilan sosial yang bikin anak bisa beradaptasi dengan cepat. Artinya, nggak cuma soal paham teknologi, tapi juga gimana anak bisa memimpin diri sendiri, berempati, dan berpikir kreatif.

Lalu, skill apa aja sih yang wajib banget dilatih sejak dini? Yuk, kita bahas satu per satu mulai dari keterampilan kognitif, interpersonal, kepemimpinan diri, sampai skill digital. Semua ini bakal jadi “senjata” penting supaya anak nggak cuma jadi penonton di era AI, tapi benar-benar bisa jadi pemain utama.

1. Keterampilan Kognitif

Mesin bisa menghitung lebih cepat dari kita, tapi ada satu hal yang nggak bisa sepenuhnya ditiru: cara manusia memahami konteks. Anak-anak perlu dilatih untuk berpikir kritis, nggak gampang percaya sama informasi mentah yang keluar dari AI. Misalnya, jangan langsung telan bulat-bulat jawaban dari ChatGPT atau Google, tapi belajar memeriksa ulang sumbernya.

Selain itu, kreativitas juga penting banget. AI memang bisa bikin gambar atau tulisan dalam hitungan detik, tapi ide orisinal, cara bercerita yang unik, atau sudut pandang personal—itu cuma bisa lahir dari manusia. Anak yang kreatif akan selalu punya “nilai tambah” yang nggak tergantikan.

2. Keterampilan Interpersonal

Di tengah dunia digital yang serba cepat, empati dan kemampuan komunikasi justru jadi kunci. Anak-anak perlu belajar gimana caranya membangun hubungan yang sehat, menghargai perbedaan, dan tetap humanis meski sering berinteraksi lewat layar.

Tantangannya? Media sosial kadang menciptakan standar sosial yang nggak ramah, bahkan toxic. Di sinilah peran orang tua: dampingi anak supaya mereka bisa bijak bersosial di dunia digital. Ajarkan bahwa interaksi nyata, ngobrol langsung, atau sekadar mendengarkan teman, tetap lebih berharga daripada sekadar “like” dan “comment”.

3. Keterampilan Kepemimpinan Diri

Di era AI, kemampuan mengendalikan diri bisa jadi pembeda antara anak yang sekadar ikut arus atau benar-benar jadi pemimpin. Anak-anak perlu belajar mengelola emosi, menetapkan tujuan pribadi, dan berani ambil risiko.

Kalau sejak kecil mereka terbiasa mengatur diri, nantinya mereka nggak gampang tergoda jadi konsumen pasif teknologi. Justru sebaliknya, mereka bisa menggunakan AI untuk mencapai tujuan besar—mulai dari bikin karya, belajar skill baru, sampai membangun bisnis kecil-kecilan.

4. Keterampilan Digital

AI memang bikin hidup lebih gampang, tapi tanpa literasi digital, anak bisa terjebak dalam hoaks, pelanggaran privasi, atau bahkan kecanduan teknologi. Itu sebabnya, pemahaman soal keamanan siber, etika digital, dan literasi data harus diajarkan sejak dini.

Bukan sekadar bisa pakai aplikasi, tapi juga paham proses di baliknya. Misalnya, bagaimana data dipakai oleh platform, kenapa berita harus diverifikasi, atau gimana caranya membuat konten digital yang bermanfaat. Dengan begitu, anak-anak nggak cuma jadi pengguna, tapi bisa berkembang jadi creator yang kritis dan bertanggung jawab.

AI mungkin akan terus berkembang, tapi peran manusia tetap nggak tergantikan. Dengan membekali anak-anak keterampilan kognitif, interpersonal, kepemimpinan diri, dan digital, kita sebenarnya sedang membangun generasi yang bukan hanya pintar teknologi, tapi juga bijak, kreatif, dan humanis.

Karena pada akhirnya, teknologi hanyalah alat. Yang bikin dunia tetap seimbang adalah manusia yang tahu bagaimana menggunakannya dengan hati dan pikiran.

(Himayatul Azizah)

Berita Terkait

Berita Terkini