Ragam

Cewek Gen Z Sepakat: Ghosting Lebih Nyakitin Daripada Silent Treatment!

Katanya, cowok yang suka ghosting itu lebih red flag daripada yang melakukan silent treatment. Kamu setuju, nggak?

Vania Rossa

Ilustrasi perempuan patah hati karena di-ghosting. (Freepik)
Ilustrasi perempuan patah hati karena di-ghosting. (Freepik)

Dewiku.com - Dalam dunia percintaan modern, istilah ghosting dan silent treatment jadi topik panas yang sering bikin debat di medsos. Sekilas keduanya mirip—sama-sama bikin komunikasi terputus. Tapi, buat banyak cewek Gen Z, ghosting ternyata jauh lebih bikin sakit hati. Hal ini terbukti dari hasil poling yang dilakukan Dewiku di Instagram @dewikudotcom beberapa waktu lalu.

Ghosting adalah saat seseorang tiba-tiba menghilang tanpa kabar. Nggak ada pesan, nggak ada penjelasan, bahkan kontak bisa ikut diputus. Rasanya seperti hubungan yang dijalani lenyap begitu saja. Sedangkan silent treatment biasanya terjadi ketika pasangan masih ada, tapi memilih mendiamkan. Meski sama-sama bikin frustasi, setidaknya kita tahu orangnya masih ada di sana.

Kenapa Ghosting Terasa Lebih Menyakitkan

Buat cewek Gen Z, ghosting bikin sakit karena meninggalkan banyak tanda tanya tanpa jawaban. “Apa salahku?” “Kenapa dia pergi?” “Apakah hubungan ini udah selesai?” Pertanyaan-pertanyaan ini bikin overthinking, cemas, dan susah move on.

Silent treatment memang tetap nggak sehat, tapi biasanya dianggap sebagai tanda marah atau butuh waktu. Artinya, masih ada peluang komunikasi bisa diperbaiki setelah emosi reda. Ghosting? Rasanya seperti ditinggal sendirian di tengah jalan.

Generasi Digital dan Luka yang Lebih Dalam

Gen Z hidup di era komunikasi serba cepat. Notifikasi “seen” tanpa balasan aja udah bikin panas, apalagi kalau tiba-tiba pesan nggak bisa dikirim dan kontak hilang. Ghosting terasa lebih dingin dan tidak manusiawi.

Dampaknya bisa serius. Banyak cewek mengaku jadi susah percaya orang baru setelah di-ghosting, bahkan ada yang trauma mulai hubungan lagi. Ghosting bukan cuma memutus komunikasi, tapi juga bisa menghancurkan rasa percaya diri.

Faktanya, banyak wanita Gen Z lebih rela di-silent treatment daripada di-ghosting. Ini bukti betapa besarnya luka yang ditinggalkan ketika seseorang memilih menghilang tanpa penjelasan.

Komunikasi Adalah Kuncinya

Baik ghosting maupun silent treatment sama-sama pola komunikasi yang nggak sehat. Hubungan yang sehat butuh keterbukaan, termasuk saat harus mengakhiri. Menghilang tanpa kabar hanya bikin luka semakin dalam, sementara diam terlalu lama cuma memperlebar jarak.

Pada akhirnya, pilihan terbaik tetaplah berani bicara jujur—meski menyakitkan. Setidaknya, semua pihak dapat kejelasan dan bisa melangkah maju tanpa harus dihantui tanda tanya.

(Clarencia Gita Jelita Nazara)

×
Zoomed

Berita Terkait

Berita Terkini