Proyek Ambisius Pemerintah 'Gunduli' 20 Juta Hektar Hutan dan Ancaman Kehidupan Berkelanjutan
WALHI juga menyerukan pemerintah untuk menghentikan proyek ini dan berfokus pada pemenuhan hak rakyat secara berkelanjutan.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) menyampaikan kekhawatiran mendalam terkait rencana pemerintah membuka 20 juta hektar hutan untuk proyek pangan dan energi.
Proyek ini dianggap sebagai langkah legalisasi deforestasi, yang berpotensi membawa dampak ekologis dan sosial tak terbayangkan.
Pembukaan hutan dalam skala masif ini akan melepaskan emisi dalam jumlah besar, memicu bencana ekologis, memperburuk pemanasan global, hingga menciptakan berbagai ancaman seperti gagal panen, kekeringan ekstrem, dan peningkatan risiko penyakit zoonosis.
Baca Juga: Saat Isu Lingkungan Terabaikan di Era Digital
Menurut WALHI, masyarakat sekitar kawasan hutan akan terdampak langsung, dengan kemungkinan terusir dari tempat tinggal mereka, sementara masyarakat pesisir menghadapi risiko menjadi pengungsi iklim akibat naiknya permukaan laut.
Kerusakan Lingkungan dan Krisis Sosial
Selain ancaman ekologi, WALHI menyoroti dampak lain berupa hilangnya biodiversitas, konflik agraria, serta kekerasan yang dapat terjadi akibat pendekatan keamanan untuk melancarkan proyek ini.
Baca Juga: Jurnalis Dewiku Raih Beasiswa Liputan Proyek Infrastruktur dari 'Earth Journalism Network'
Apalagi, jika hutan yang dibuka adalah lahan gambut, risiko kebakaran hutan akan meningkat signifikan.
“Kementerian Kehutanan itu seharusnya menjadi wali bagi hutan-hutan kita. Tapi saat ini justru mereka yang merencanakan pembongkaran hutan demi proyek pangan dan energi,” kata Uli Arta Siagian, Manager Kampanye Hutan dan Kebun WALHI Nasional, yang ditulis dalam bentuk Rilis Media pada (2/1/2025).
Hingga saat ini, data menunjukkan bahwa 33 juta hektar hutan sudah dibebani izin sektor kehutanan, 4,5 juta hektar konsesi tambang berada atau berbatasan langsung dengan hutan, dan 7,3 juta hektar hutan telah dilepaskan, sebagian besar untuk perkebunan sawit.
“Alih-alih menegakkan hukum, pemerintah justru tunduk pada kepentingan korporasi dengan melegalkan penghancuran hutan,” tambah Uli lagi.
Narasi Palsu Swasembada
WALHI juga mengkritisi narasi swasembada pangan dan energi yang digaungkan pemerintah. Menurut Uli, hal ini hanya menjadi kedok untuk menyerahkan lahan secara besar-besaran kepada korporasi.
“Selama pangan dan energi berada dalam kerangka bisnis, tidak akan ada keadilan bagi rakyat dan lingkungan,” tegasnya.
Pihak WALHI menegaskan bahwa solusi untuk krisis ini adalah menjadikan rakyat sebagai aktor utama dalam produksi dan konsumsi pangan serta energi.
Pemerintah perlu mengakui dan melindungi hak rakyat atas wilayahnya, serta memastikan pengelolaan sumber daya sesuai karakteristik lokal.
Sebagai organisasi lingkungan, WALHI juga menyerukan pemerintah untuk menghentikan proyek ini dan berfokus pada pemenuhan hak rakyat secara berkelanjutan.
Dengan cara ini, keadilan sosial dan ekologi bisa tercapai tanpa mengorbankan masa depan generasi mendatang.
Baca Juga: Cinta Lingkungan, Yuk Kurangi Emisi Karbon dengan Energi Baru Terbarukan
Penulis: Nurul Lutfhia Maryadi
BERITA TERKAIT
Ide Liburan Menarik Akhir Tahun, Dinner Mewah di Hotel Tepi Danau Bisa Jadi Pilihan
Kamis, 19 Desember 2024 | 17:00 WIBNimbrung Sejenak di Komunitas Baca Bareng: Ruang Hening Untuk Para Pembaca Sejati
Selasa, 17 Desember 2024 | 16:47 WIBMengenal Siti Fauziah, Perempuan Pertama yang Duduk di Kursi Sekjen MPR RI
Senin, 16 Desember 2024 | 19:30 WIBPerjalanan Inspiratif Dua Perempuan Indonesia Ikuti Eisenhower Fellowship 2024, Tahun Depan Harus Giliran Kamu!
Sabtu, 07 Desember 2024 | 20:57 WIBTangga Karier Qudsiah Firdausi, Yakin Bahwa Semua Perempuan Bisa Jadi Pemimpin
Jumat, 06 Desember 2024 | 12:03 WIBPerjalanan Panjang Batik Akasia, UMKM Inspiratif yang Konsisten Lestarikan Budaya
Kamis, 05 Desember 2024 | 12:30 WIBBERITA TERKINI