Memahami Baby Blues, Gelombang Emosi yang Dialami Ibu Baru Pascamelahirkan

Baby blues adalah kondisi emosional yang umum dialami oleh ibu baru setelah melahirkan. Ini ditandai dengan perubahan suasana hati yang drastis, seperti perasaan sedih, cemas, lelah, dan mudah tersinggung.

By: Vania Rossa icon Jumat, 27 Desember 2024 icon 18:13 WIB
Memahami Baby Blues, Gelombang Emosi yang Dialami Ibu Baru Pascamelahirkan

Ilustrasi baby blues (Freepik)

Banyak orang menganggap bahwa melahirkan adalah momen yang sangat membahagiakan bagi setiap perempuan, terutama ketika momen tersebut pertama kali terjadi, dan membuatnya menyandang titel baru sebagai seorang ibu. Namun, sedikit yang tahu bahwa di balik kebahagiaan itu, juga terjadi 'ledakan' hormonal di dalam tubuh ibu, yang membuat mereka mengalami fluktuasi emosi yang dikenal sebagai baby blues.

Perasaaan haru biru yang melanda ketika menggendong bayi mungilmu pertama kali, tak melulu tentang bahagia. Ada ketakutan, cemas, dan was-was ketika memegang manusia rapuh itu, sembari berpikir, 'Apakah dia akan baik-baik saja bersama saya?'

Apa itu Baby Blues?

Baca Juga: Brand Kosmetik Ini Sediakan Akses Konseling untuk Depresi dan Kecemasan di Indonesia

Baby blues adalah kondisi emosional yang umum dialami oleh ibu baru setelah melahirkan. Ini ditandai dengan perubahan suasana hati yang drastis, seperti perasaan sedih, cemas, lelah, dan mudah tersinggung. Kondisi ini biasanya berlangsung selama beberapa hari hingga dua minggu setelah melahirkan.

Terdengar sepele dan bersifat sementara, namun jika tidak ditangani, baby blues dapat berkembang menjadi depresi pasca persalinan yang lebih serius.

Menurut data dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), terungkap sekitar 57% ibu di Indonesia mengalami gejala baby blues. 

Baca Juga: Kenali Gejala Masalah Kesehatan Mental dan Bahaya Self-diagnosis

Sebagai perbandingan, prevalensi kasus serupa di negara-negara Asia lainnya 'hanya' berkisar antara 26-35%. Ini artinya, Indonesia cenderung memiliki angka kasus baby blues yang tinggi di Asia. 

Psikolog Klinis Eka Hospital BSD, Reynitta Poerwito, Bach.Of Psych., M.Psi, mengatakan baby blues umumnya muncul di minggu pertama setelah melahirkan dan bisa berlanjut hingga 14 hari yang ditandai dengan perubahan emosi ibu secara drastis. 

"Keadaan emosi naik dan turun secara cepat, mudah lupa, dan merasa sedih merupakan salah satu gejala dari baby blues. Bukan gangguan mental atau kejiwaan, namun baby blues berbeda dengan postpartum depression yang tingkat keparahannya lebih tinggi," ujar Reynitta, seperti dikutip dari suara.com. 

Pentingnya Support System Keluarga Dalam Menghadapi Baby Blues

Jangan ragu untuk berbicara tentang perasaan kepada pasangan, keluarga, atau teman dekat. Membuka diri dan meminta bantuan saat merasa kewalahan agar dapat meringankan beban emosional.

Beristirahatlah sejenak dari rutinitas merawat bayi dengan mengisi aktivitas sederhana seperti mandi, membaca buku, atau berjalan-jalan bisa membantu menenangkan pikiran. Jika perasaan sedih dan cemas belanjut, pertimbangkan untuk berkonsultasi dengan psikolog atau konselor.

Mengatasi baby blues sejatinya tidak hanya menjadi tanggung jawab ibu, tetapi juga memerlukan dukungan dari keluarga dan lingkungan sekitar. Keluarga, khususnya pasangan, memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan dukungan emosional dan praktis.

“Peran pasangan dan keluarga sangat penting untuk membantu ibu baru yang mengalami baby blues. Memberikan ruang bagi ibu untuk beristirahat, mendengarkan, dan mendukung tanpa menghakimi adalah kunci utama.” ungkap Dr. Rosalind S. Dorlen, dilansir dari laman Psychology Today.

Baby blues adalah fase yang sulit, namun ingatlah bahwa fase ini hanyalah sementara. Perlu dukungan yang tepat dan berbicara tentang perasaan, agar ibu bisa melalui masa ini dengan lebih baik dan memulihkan keseimbangan emosional mereka. 

Jangan sepelekan dan menafikan perasaan mellow-mu, karena ini adalah suatu gejala pascapersalinan yang wajar.

Baca Juga: Habis Libur Lebaran Malas Kerja? Waspadai Post Holiday Syndrome

(Humaira Ratu)

BERITA TERKAIT

BERITA TERKINI