Fenomena Pink Tax, Mengungkap Pajak Tersembunyi yang Dibayar Perempuan
Pernahkah Anda memperhatikan harga barang atau jasa yang ditujukan untuk perempuan sering kali lebih mahal dibandingkan untuk pria?
Pernahkah Anda memperhatikan harga barang atau jasa yang ditujukan untuk perempuan sering kali lebih mahal dibandingkan untuk pria? Misalnya, alat cukur khusus perempuan harganya bisa lebih tinggi daripada versi pria, meski fungsi dan desainnya hampir serupa. Fenomena ini dikenal sebagai pink tax, sebuah praktik di mana produk atau layanan untuk perempuan dikenakan biaya tambahan hanya karena dikemas atau dipasarkan untuk mereka.
Pink tax tak hanya terjadi pada produk sehari-hari seperti alat cukur, tetapi juga pada layanan seperti potong rambut dan dry cleaning, hingga mainan anak-anak berwarna merah muda.
Meski sering dianggap wajar, perbedaan harga ini memunculkan pertanyaan besar tentang keadilan dan transparansi dalam pemasaran, terutama di era di mana kesetaraan gender semakin disuarakan.
Baca Juga: Ibu Tunggal, Pahlawan dalam Diam
Erny Kurniawati, Brand Director dari Avoskin, menjelaskan bahwa pink tax adalah istilah yang menggambarkan fenomena di mana produk atau jasa yang ditujukan untuk perempuan biasanya memiliki harga lebih tinggi dibandingkan produk serupa untuk pria.
Mengapa Produk untuk Perempuan Lebih Mahal?
Menurut Erny, fenomena ini bisa disebabkan oleh berbagai faktor. Salah satunya adalah strategi pemasaran yang menargetkan perempuan sebagai konsumen utama.
"Ada unsur marketing yang membuat produk atau layanan jasa untuk perempuan dipatok harga lebih mahal. Namun, perbedaan juga bisa terlihat dari segi layanan dan kandungan yang ditawarkan," jelasnya.
Baca Juga: Dilema Ibu Zaman Now: Karier atau Keluarga?
Perempuan umumnya lebih teliti dalam memilih produk atau layanan, sehingga produsen sering kali menawarkan produk dengan tingkat ketelitian atau kualitas yang lebih tinggi. Hal ini menjadi salah satu alasan logis mengapa harga produk perempuan lebih mahal.
Erny menilai bahwa pink tax bisa dilihat dari dua sisi. "Ada unsur marketing, tetapi juga ada unsur fenomena," ujarnya.
Unsur pemasaran terletak pada bagaimana produk dikemas dan dipasarkan secara spesifik untuk perempuan, sedangkan unsur fenomena berkaitan dengan kebutuhan khusus perempuan terhadap produk atau layanan tertentu.
Dampak Pink Tax pada Konsumen Perempuan
Fenomena pink tax tidak jarang memengaruhi perilaku konsumen perempuan, termasuk di Indonesia.
"Banyak perempuan di sekitar saya yang menyadari bahwa beberapa produk dan layanan untuk perempuan memang terkesan lebih mahal. Namun, asalkan harga lebih mahal itu masuk akal dan kualitasnya sepadan, hal tersebut tidak menjadi masalah," tambah Erny.
Namun, penting bagi konsumen untuk tetap kritis dalam memilih produk. Self-awareness atau kesadaran diri menjadi kunci utama agar tidak terjebak dalam praktik pink tax yang tidak memberikan nilai tambah.
Edukasi dan Self-Awareness: Langkah Praktis Mengatasi Pink Tax
Mengatasi pink tax tidak selalu membutuhkan regulasi yang ketat. Menurut Erny, literasi perempuan terhadap produk atau jasa yang dibutuhkan menjadi langkah awal yang penting.
"Misalnya, jika membutuhkan alat pencukur bulu, perempuan sebenarnya tidak perlu membeli yang khusus perempuan karena pada dasarnya fungsinya sama. Tapi, jika memilih waxing yang lebih mahal dibanding pisau cukur, itu adalah pilihan yang didasarkan pada perbedaan layanan dan hasilnya," jelasnya.
Untuk menghindari dampak pink tax, Erny menyarankan konsumen agar lebih kritis dalam memilih produk atau layanan.
"Konsumen harus punya self-awareness yang cukup untuk memahami apa kebutuhannya. Dengan begitu, mereka dapat mencermati detail produk atau jasa yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan mereka," tambahnya.
Pink tax mungkin terlihat sebagai fenomena yang sepele, tetapi dampaknya dapat terasa dalam jangka panjang, terutama bagi konsumen perempuan.
Dengan meningkatkan literasi dan kesadaran diri, konsumen dapat lebih bijak dalam memilih produk serta membantu mendorong praktik bisnis yang lebih adil dan transparan.
Coba mulai lihat sekelilingmu, adakah barang atau jasa yang dikenakan pink tax, yang selama ini tidak kamu sadari?
(Nurul Lutfia)
BERITA TERKAIT
Pemerintah Kaji Aturan Batas Usia Main Media Sosial untuk Anak, Apa Kata Bunda?
Jumat, 17 Januari 2025 | 09:30 WIBRealita Sekolah Swasta, Selalu Lebih Baik dari Sekolah Negeri?
Kamis, 16 Januari 2025 | 13:45 WIBBerhenti jadi People Pleaser, Begini Cara Prioritasin Dirimu Sendiri!
Rabu, 15 Januari 2025 | 12:17 WIBMengenal Gamophobia: Ketika Pernikahan Menjadi Mimpi Buruk
Selasa, 14 Januari 2025 | 10:30 WIBBERITA TERKINI