AI di Dunia Pendidikan: Solusi atau Ancaman untuk Mahasiswa Berpikir Kritis?
Mahasiswa dan dosen diharapkan bisa memanfaatkan AI secara bijak, dengan tetap mengedepankan prinsip berpikir kritis dan etika akademik.
Di tengah pesatnya perkembangan kecerdasan buatan (AI) dalam berbagai aspek kehidupan, dunia pendidikan tak luput dari dampaknya.
Baru-baru ini Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, Stella Christie, mengungkapkan bahwa mahasiswa dan dosen diperbolehkan memanfaatkan kecerdasan buatan AI dalam kegiatan akademik mereka.
Kata Stella, penggunaan AI dapat membantu meningkatkan efisiensi waktu sekaligus mendukung pengembangan potensi diri.
Baca Juga: UN Women Indonesia Luncurkan Chatbot AI untuk Perempuan
"Yang ingin kita galakan dari kementerian adalah penggunaan digital yang sungguh-sungguh meningkatkan efisiensi, apakah itu untuk mahasiswa, dosen atau administrasi kampus. Dan tentu perkembangan diri," kata Stella dikutip dari Suara.com Selasa (26/11/2024).
Hal tersebut rupanya diamini oleh Dilla, mahasiswa semester tujuh jurusan Teknik Pertambangan. Bagi Dilla, AI adalah alat yang sangat membantu dalam menyelesaikan tugas, terutama yang bersifat teknis dan membutuhkan analisis data yang kompleks.
"Di jurusan aku, sering banget ketemu data yang gede dan ribet. Nah, pake AI tuh bikin analisis jadi lebih cepet sih. Kayak waktu aku harus prediksi pola distribusi bahan tambang, AI lumayan ngebantu banget," kata Dilla saat diwawancarai oleh Dewiku, Kamis (28/11/2024).
Tak hanya Dilla, Jehan, mahasiswa akhir yang sedang mengerjakan skripsi, juga merasa bahwa AI sangat membantu dalam proses penelitian yang ia buat.
“Skripsi aku ngebahas tentang dampak penggunaan media sosial terhadap perilaku konsumen. Aku pakai AI untuk cari ide dan kumpulin data dari dari berbagai sumber, AI cukup ngebantu untuk efisiensi waktu,” jelas Jehan.
Dalam pernyataannya, Stella mengungkapkan bahwa meskipun penggunaan AI sangat bermanfaat dalam menyelesaikan tugas akademik, mahasiswa tetap harus berpikir kritis.
Menurut Stella, baik mahasiswa dan dosen bisa gunakan AI selama tetap mengembangkan diri atas bantuan digital tersebut.
“AI kan sebenernya dibuat buat ngebantu ya, bukan buat gantianin kita. Kalau kebanyakan ngandelin AI, lama-lama kita bisa lupa cara mikir sendiri. Jadi kita sebagai mahasiswa yang aktif menggunakannya juga harus tetap berpikir kritis entah itu saat kita menggunakan AI dan memperoleh data dari AI,” ungkap Dilla.
Pesatnya perkembangan kecerdasan buatan, penggunaan AI dalam dunia pendidikan semakin menjadi bagian dari kehidupan akademik yang tidak bisa dihindari.
Meski menawarkan berbagai kemudahan, seperti meningkatkan efisiensi waktu dan mempermudah analisis data, teknologi ini tetap memerlukan pengawasan dan batasan yang jelas.
Mahasiswa dan dosen diharapkan bisa memanfaatkan AI secara bijak, dengan tetap mengedepankan prinsip berpikir kritis dan etika akademik.
Jehan menyebutkan bahwa penggunaan AI dalam akademik harusnya didukung oleh pihak kampus, atau setidaknya kampus dan dosen perlu mengatur penggunaan AI dalam mengerjakan tugas.
Menurutnya, aturan yang jelas akan membantu mahasiswa untuk memanfaatkan teknologi ini secara optimal tanpa melanggar etika akademik.
"Kampus sama dosen sih harus kasih panduan gimana cara pake AI yang bener. Kalau ada aturan yang jelas, kita bisa manfaatin AI buat ngerjain tugas dengan lebih baik, tanpa takut salah atau melanggar aturan,” pungkas Jehan.
Nah, bagaiman menurut Sahabat Dewiku sekalian?
Penulis: Ratu Humaira Nugraha
BERITA TERKAIT
Perjuangan Melawan KDRT dan Memutus Trauma dalam Film It Ends With Us
Jumat, 10 Januari 2025 | 14:15 WIBMau Ikutan Medical Check Up Gratis dari Pemerintah? Ini 7 Hal yang Harus Dipersiapkan
Kamis, 09 Januari 2025 | 11:51 WIBKala Pemecatan STY Bukan Cuma jadi Hari Patah Hati Laki-Laki
Kamis, 09 Januari 2025 | 09:30 WIBBERITA TERKINI