Self-Love yang Salah Kaprah, Hubungan Antara Penerimaan Diri dan Obesitas pada Perempuan Indonesia
Seringkali, self-love disamakan dengan penerimaan diri tanpa syarat. Padahal, keduanya memiliki makna yang berbeda.
Konsep self-love atau cinta diri semakin populer di kalangan masyarakat, terutama perempuan. Namun, pemahaman yang keliru tentang self-love seringkali menimbulkan miskonsepsi yang berbahaya. Salah satu contohnya adalah anggapan bahwa self-love berarti menerima tubuh apa adanya tanpa perlu upaya untuk hidup sehat, termasuk menerima tubuh gemuk apa adanya dan menolak upaya penurunan berat badan.
Seringkali, self-love disamakan dengan penerimaan diri tanpa syarat. Padahal, keduanya memiliki makna yang berbeda. Penerimaan diri yang sehat berarti menerima diri sendiri dengan segala kelebihan dan kekurangan, namun tetap memiliki keinginan untuk tumbuh dan berkembang. Sementara itu, self-love yang salah kaprah cenderung mengarah pada penerimaan diri yang pasif, di mana seseorang enggan melakukan perubahan positif dalam hidupnya, termasuk menjaga kesehatan.
Obesitas: Masalah Kesehatan Global dan Nasional
Baca Juga: Kokamwati Beragama Katolik Turut Amankan Tanwir Muhammadiyah, Bukti Toleransi Tak Hanya Sebatas Kata
Obesitas adalah kondisi medis serius yang ditandai dengan penumpukan lemak tubuh berlebih.
Ini bukan hanya masalah estetika, tetapi juga merupakan penyebab utama berbagai penyakit kronis seperti diabetes tipe 2, hipertensi, dan penyakit jantung.
Di Indonesia, obesitas menjadi masalah kesehatan yang serius, terutama di kalangan perempuan. Secara global, prevalensi obesitas terus meningkat. Diperkirakan pada tahun 2030, 1 dari 5 perempuan di dunia akan hidup dengan obesitas.
Perempuan Indonesia menghadapi tantangan besar karena berbagai faktor, seperti pola makan tidak sehat, kurangnya aktivitas fisik, serta urbanisasi yang mendorong gaya hidup modern yang kurang aktif.
Baca Juga: Cegah Stunting Sebelum Genting, Perempuan Harus Jadi Pilar Utama
Self-Love yang Keliru
Konsep self-love sering disalahpahami sebagai menerima segala sesuatu tentang diri kita tanpa perlu perubahan. Banyak yang beranggapan bahwa menerima tubuh gemuk adalah bentuk cinta pada diri sendiri. Namun, ini bisa menjadi pembenaran untuk mengabaikan kesehatan.
Penerimaan diri memang penting, tetapi mencintai diri sejatinya berarti merawat tubuh dengan baik. Menerima tubuh apa adanya tidak seharusnya mengabaikan risiko kesehatan yang disebabkan oleh obesitas.
Self-love yang sehat adalah keseimbangan antara penerimaan diri dan upaya untuk menjadi versi terbaik dari diri sendiri. Ini artinya, meski kita menghargai tubuh sebagai anugerah yang luar biasa, tidak berarti kita menoleransi kebiasaan yang merugikan kesehatan.
Dampak Serius Obesitas pada Wanita
Obesitas memiliki dampak jangka panjang yang tidak bisa diabaikan, baik dari segi fisik maupun psikologis. Secara fisik, obesitas meningkatkan risiko terkena berbagai penyakit kronis, seperti diabetes tipe 2, penyakit jantung, stroke, dan beberapa jenis kanker.
Selain itu, obesitas juga berdampak pada kesehatan mental, di mana banyak perempuan obesitas menghadapi stigma sosial yang dapat merusak kepercayaan diri dan kesejahteraan psikologis mereka.
Hal ini seringkali menyebabkan perasaan cemas, depresi, atau isolasi sosial. Di sisi lain, obesitas juga mempengaruhi kualitas hidup secara keseluruhan, karena aktivitas sehari-hari menjadi lebih sulit dilakukan, dan harapan hidup seseorang bisa menurun akibat komplikasi kesehatan yang ditimbulkan.
Konsep self-love harus diimbangi dengan tanggung jawab terhadap kesehatan diri. Mencintai tubuh tidak berarti membiarkan risiko kesehatan mengintai.
Dengan mengubah pemahaman tentang self-love, kita dapat menginspirasi perubahan positif dalam hidup dan sekaligus berkontribusi dalam mengurangi angka obesitas yang terus meningkat. Mencintai diri sendiri berarti memberikan yang terbaik untuk tubuh dan jiwa, termasuk menjadikannya sehat dan kuat. Karena self-love yang sesungguhnya adalah tentang menghargai diri sendiri secara utuh, baik fisik maupun mental.
Baca Juga: Perempuan ODHA Berhak Dapatkan Layanan Kesehatan Tanpa Stigma dan Diskriminasi
(Nurul Lutfia Maryadi)
BERITA TERKAIT
Polemik Zakat untuk Makan Bergizi Gratis: Memang Dana Umat Boleh Biayai Program Pemerintah?
Kamis, 16 Januari 2025 | 17:05 WIBKetakutan Kolektif atau Realitas? Soal Tren #MarriageIsScary di Kalangan Anak Muda
Senin, 13 Januari 2025 | 10:17 WIBWabah Flu di China Meluas, Haruskah Dunia Bersiap Pandemi Lagi?
Jumat, 03 Januari 2025 | 15:51 WIBBERITA TERKINI