Father Wound: Luka Batin yang Tersisa Ketika Ayah Tidak Hadir

Anak yang mengalami father wound sering kali mencari pengakuan dan penerimaan, namun tanpa disadari, hal ini justru membuatnya rentan dimanfaatkan oleh orang lain.

By: Risna Halidi icon Senin, 30 Desember 2024 icon 18:15 WIB
Father Wound: Luka Batin yang Tersisa Ketika Ayah Tidak Hadir

Ilustrasi menyesal menjadi ibu ( Freepik)

Dalam perjalanan hidup seorang anak, peran ayah sangatlah penting, baik sebagai pelindung maupun pemberi nasihat.

Namun, bagaimana jika sosok ayah yang seharusnya ada untuk memberikan rasa aman dan kasih sayang, justru tidak hadir, baik secara fisik maupun emosional?

Ilustrasi perempuan korban KDRT (Freepik)
Ilustrasi perempuan tanpa sosok ayah (Freepik)

Fenomena ini dikenal dengan istilah father wound — luka emosional yang timbul akibat ketidakhadiran ayah secara emosional maupun fisik, atau bahkan kekerasan yang dilakukan olehnya.

Baca Juga: Setop Overprotektif, Anak Juga Perlu Belajar dari Kegagalan untuk Tumbuh Mandiri

Sagita, salah satu korban dari luka ini, berbagi cerita kepada Dewiku. Meskipun ia tumbuh dalam rumah yang sama dengan sang ayah, hubungan mereka jauh dari yang diharapkan.

"Meskipun tinggal serumah, hubungan kami sangat buruk – terasa seperti hidup di neraka. Ketidakhadiran emosionalnya membuat saya kehilangan sosok pelindung dalam keluarga," ungkapnya dengan tegar.

Ketidakhadiran ayah ini juga membuat Sagita merasa tidak pantas untuk dicintai. Ia merasa bahwa jatuh cinta bukanlah sesuatu yang ditakdirkan untuknya.

Baca Juga: Bulldozer Parenting: Kasih Sayang yang Mengikis Kemandirian Anak?

Perasaan itu tidak hanya berhenti di sana. Ketidakhadiran emosional sang ayah membuat Sagita tumbuh dengan kesulitan mempercayai orang lain dan cenderung mengandalkan dirinya sendiri.

"Saya sulit mempercayai orang lain dan selalu merasa harus mengandalkan diri sendiri. Saya juga skeptis terhadap cinta karena belum pernah melihat bukti nyata cinta itu seperti apa."

"Ini membuat saya memandang laki-laki secara negatif dan sulit menerima kebaikan orang lain tanpa curiga bahwa mereka hanya ingin memanfaatkan saya," ujarnya lagi.

Sagita sering mengalami pasang surut dalam hubungan, baik dengan pasangan, teman, maupun keluarga. Ia cenderung mengorbankan kebahagiaan dirinya demi mempertahankan orang-orang yang ia sayangi, meskipun mereka tidak selalu merasakan hal yang sama.

Ketidakhadiran ayah ini seakan membuat anak haus akan validasi, baik dari lingkungan sekitar maupun dari hubungan interpersonal yang ia jalin.

Anak yang mengalami father wound sering kali mencari pengakuan dan penerimaan, namun tanpa disadari, hal ini justru membuatnya rentan dimanfaatkan oleh orang lain.

"Sebanyak apapun validasi yang saya dapatkan dari orang lain, rasanya tetap tidak cukup. Yang sebenarnya saya butuhkan adalah validasi dari ayah sendiri," ungkapnya secara sedih.

Tak hanya itu, Sagita juga sering tidak sadar dimanfaatkan karena terlalu peduli. Ia juga memiliki kebiasaan buruk, seperti menyakiti orang terdekat dengan kata-kata yang keluar saat emosinya memuncak.

"Saya berusaha memperbaiki diri dengan belajar lebih banyak tentang bahasa cinta dan cara mengungkapkannya secara baik dan benar. Meski begitu, saya masih cenderung menjadi people pleaser," ujar perempuan berusia 22 tahun ini.

Sagita sering merasakan perasaan iri yang mendalam saat melihat hubungan harmonis antara ayah dan anak. Hatinya terasa hangat namun sekaligus sakit, karena ia menyadari bahwa momen tersebut adalah sesuatu yang tidak pernah ia alami dalam hidupnya.

Hubungan dengan ayahnya terlalu keras dan jauh, penuh dengan jarak emosional yang membuatnya merasa terasing.

Meski begitu, di dalam hatinya, Sagita tetap berharap suatu hari nanti bisa merasakan kedekatan yang pernah ia dambakan, meskipun kesulitan dan luka masa lalu masih terus membayanginya.

Harapan yang telah lama tersimpan dalam hati Sagita akhirnya menemukan titik balik yang penting dalam hidupnya.

Saat ia duduk di bangku universitas, ia menghadapi sebuah ujian besar dalam hidupnya—sakit yang cukup serius yang membuatnya harus berhenti sejenak dari rutinitas dan merenung.

Kejadian ini menjadi katalis yang memicu perubahan besar bagi dirinya. Dalam masa pemulihannya, orang tuanya, yang mulai menyadari kedalaman luka yang ada, akhirnya memutuskan untuk mencari bantuan profesional.

"Orangtua saya akhirnya memutuskan untuk pergi ke profesional, dan kami mengikuti terapi konseling keluarga. Dari situ, hubungan kami mulai membaik," tambahnya

Saat ini, Sagita merasa menyesal karena tidak lebih awal melihat sisi lain dari ayahnya. Ternyata, ada banyak cara ayahnya menunjukkan kasih sayang yang sebelumnya ia abaikan.

"Ternyata, ada banyak bentuk kasih sayang dari ayah yang sebelumnya tidak saya sadari. Saya menyadari bahwa saya sangat menyayangi ayah dan ibu saya, dan kini hubungan kami jauh lebih baik," pungkasnya.

Banyak Perempuan Tumbuh Tanpa Sosok Ayah

Ilustrasi anak perempuan. (Unsplash/Caroline Hernandez)
Ilustrasi anak perempuan. (Unsplash/Caroline Hernandez)

Dalam buku The Fatherless Daughter Project, Denna D. Babul, RN, dan Karin Luise, Ph.D., mencatat, banyak perempuan yang tumbuh tanpa sosok ayah.

Dan apapun penyebabnya, mereka cenderung menghadapi tantangan serupa terutama dalam membangun hubungan interpersonal mereka.

"Jika ketidakhadiran ayah ini dipandang sebagai sebuah penyakit, itu akan menjadi epidemi yang layak diperlakukan sebagai keadaan darurat nasional," kata National Center for Fathering dilansir Dewiku dari Psychology Today.

Ketika seorang anak tumbuh tanpa ayah, mereka seringkali membawa luka emosional yang terus memengaruhi hidup mereka. Bahkan saat mereka dewasa, luka tersebut seringkali terbawa dan memengaruhi pilihan pasangan atau cara mereka berhubungan dengan orang lain.

Namun, ketidakhadiran ayah bukan berarti segala sesuatu jadi rusak dan tidak bisa diperbaiki. Banyak anak yang mampu menemukan dukungan positif dari figur laki-laki lain, di luar keluarga mereka, yang bisa mengisi kekosongan itu dan membantu mereka untuk pulih.

Baca Juga: Hujan dan Mood Anak: Bagaimana Menikmati Aktivitas Luar Ruangan?

Penulis: Ratu Humaira Nugraha

BERITA TERKAIT

BERITA TERKINI