Deepfake: Jangan Biarkan Wajahmu Dicuri! Begini Cara Mencegahnya

Konten palsu yang dibuat menggunakan teknologi AI semakin marak dan menjadi ancaman serius. Korban deepfake tidak hanya tokoh publik, tetapi juga bisa siapa saja.

By: Rima Sekarani Imamun Nissa icon Selasa, 17 September 2024 icon 15:10 WIB
Deepfake: Jangan Biarkan Wajahmu Dicuri! Begini Cara Mencegahnya

Ilustrasi perempuan merasa sedih dan ketakutan karena mengetahui dirinya menjadi korban deepfake AI. (Dewiku.com/Rochmat)

Deepfake merupakan video atau klip audio yang dibikin dengan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang membuat seseorang seolah-olah mengatakan atau melakukan sesuatu yang sebenarnya tidak pernah dilakukan. 

Deepfake yang berkaitan erat dengan pencurian identitas dan misinformasi bisa dipakai untuk mencemarkan nama baik seseorang dan melakukan penipuan. Korbannya kebanyakan tokoh publik, mulai dari politisi hingga artis.

Salah satu selebritas yang pernah jadi korban deepfake adalah Nagita Slavina pada 2022. Kala itu, beredar sebuah video yang menampilkan adegan tidak senonoh di mana wajah pelakunya mirip istri Raffi Ahmad tersebut. 

Baca Juga: Pahami 4 Jenis KDRT, Bukan Cuma Kekerasan Fisik

Setelah melakukan pemeriksaan, pihak kepolisian memastikan video tersebut merupakan hasil rekayasa yang diduga memanfaatkan teknologi deepfake.

Meski begitu, korban deepfake bisa siapa saja, tidak harus figur publik seperti Nagita Slavina. Oleh karenanya, penting untuk melindungi diri dari bahaya deepfake.

Konselor Rifka Annisa Women's Crisis Center (RAWCC), Amalia Rizkiyani, mengungkapkan bahwa penting untuk membekali diri dengan literasi digital sebagai salah satu upaya mencegah terjadinya deepfake. Hal ini khususnya berkaitan dengan cara berkomunikasi atau menjalin hubungan di ruang digital.

Baca Juga: Pelaku KDRT Bisa Berubah? Waspadai 10 Sikap Manipulatif Ini

"Belajar cara menggunakan internet yang aman dan sehat. Jangan sembarangan percaya orang," ujar Lia kepada Dewiku.com, Senin (19/8/2024).

Lia mengungkapkan, foto atau video korban yang disalahkangunakan pelaku kebanyakan diambil dari media sosial. Oleh karenanya, tentu saja perlu lebih berhati-hati saat mengunggah apa pun. Ada pula opsi untuk mengunci akun. 

Walau begitu, memang tidak semua orang bisa terlalu membatasi aktivitas mereka di media sosial. Alasannya dapat berkaitan dengan pekerjaan atau kebutuhan personal branding.

Lia kemudian menekankan pentingnya memiliki personal boundaries atau batasan yang jelas antara diri sendiri dengan orang lain, tak terkecuali terhadap orang yang tidak dikenal.

"Paling tidak, tetapkan batasan. Jangan kasih data pribadi apa pun," tegasnya.

Lebih lanjut, melansir laman resmi National Cybersecurity Alliance, ada banyak hal bisa dilakukan untuk mencegah deepfake. Berikut beberapa di antaranya:

  1. Jangan sembarangan membagikan informasi pribadi, termasuk foto dan video berkualitas tinggi yang rentan dipakai untuk membuat deepfake.
  2. Aktifkan pengaturan privasi untuk mengontrol siapa yang dapat mengakses informasi dan konten pribadi.
  3. Saat mengunggah atau berbagi gambar atau video daring, pertimbangkan untuk menggunakan watermark.
  4. Pelajari informasi terbaru tentang deepfake dan AI sehingga tetap waspada.
  5. Gunakan autentikasi multifaktor untuk semua akun yang dimiliki.
  6. Pakai kata sandi yang panjang, kuat, dan unik.
  7. Hati-hati saat menerima email, pesan, panggilan telepon, atau komunikasi digital lainnya jika sumbernya tidak diketahui.

Terkait hukum, dikutip dari bullyid.org, tindakan deepfake diancam dengan hukuman pidana penjara paling lama 12 tahun atau denda paling banyak Rp 12 miliar berdasarkan Pasal 51 UU ITE.

Disebutkan juga bahwa deepfake yang dilakukan untuk tujuan konten pornografi bisa dikenakan sanksi, paling singkat pidana 6 bulan dan paling lama 12 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp250 juta dan paling banyak Rp 6 miliar. Hal itu sebagaimana tercantum dalam Pasal 29 UU Pornografi.

Fenomena deepfake yang beredar melalui platform online menunjukkan bahwa ruang digital, dengan segala manfaat baiknya, juga menjadi medium untuk melancarkan kekerasan berbasis gender. Menyadur laporan 2023 State of Deepfakes: Realities, Threats, and Impacts oleh Home Security Heroes, ditemukan 95.820 video deepfake online sepanjang 2023, yang berarti kenaikan 550% dibandingkan 2019. Dari keseluruhan video tersebut, 98% merupakan pornografi deepfake dan 99% individu yang jadi sasaran pornografi deepfake tersebut adalah perempuan. 

UNDP, agensi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk program pembangunan, melihat perkembangan ini sebagai hal yang mengkhawatirkan. Analis Gender UNDP, Agnes Gurning, menyampaikan bahwa deepfake harus dilihat sebagai isu gender, atas dasar fakta bahwa deepfake telah dijadikan alat perpanjangan tangan untuk mengobjektifikasi dan menjajah tubuh perempuan di ruang online. 

"Transformasi digital tidak lepas dari resiko tereplikasinya prevalensi kekerasan terhadap satu dari empat perempuan yang selama ini berlangsung di dunia nyata, di dunia maya. Pada sisi demand, masyarakat terutama perempuan harus mawas diri terhadap risiko ini dan pada sisi supply, perangkat hukum dan aparat penegaknya juga harus terus memperbaharui kecakapannya untuk mendeteksi dan menginvestigasi deepfake yang semakin canggih. Pemahaman tentang kekerasan berbasis gender dan pendekatan yang terpusat pada korban sangat dibutuhkan untuk memberi perlindungan yang maksimal pada korban," jelasnya pada Dewiku.com. 

 

Baca Juga: Selebgram Cut Intan Nabila Jadi Korban KDRT, Waspadai 4 Siklus Kekerasan

*Artikel ini diproduksi sebagai bagian dari proyek Women Media Collabs didukung oleh UNDP Indonesia

BERITA TERKAIT

BERITA TERKINI