Quarter-Life Crisis: Ketika Ketidakpastian Membayangi Fase Awal Dewasa

Galau dan bimbang ketika memasuki usia 20-an? Mungkin kamu sedang mengalami fase quarter life crisis.

By: Vania Rossa icon Selasa, 07 Januari 2025 icon 11:44 WIB
Quarter-Life Crisis: Ketika Ketidakpastian Membayangi Fase Awal Dewasa

Ilustrasi quarter life crisis (Pexel)

“Anda memiliki seluruh hidup di depan Anda,” adalah kalimat yang kerap diucapkan untuk menyemangati orang dewasa muda. Namun, kenyataan tidak selalu semudah itu.

Bagi mereka yang berada di usia 20-an hingga awal 30-an, tantangan seperti ketidakpastian karier, beban utang pendidikan, serta hubungan yang berubah sering kali membuat fase ini terasa penuh tekanan.

Perasaan kehilangan arah dan tidak aman dapat muncul, dan pengalaman ini memiliki nama quarter-life crisis (QLC).

Baca Juga: 6 Cara Menjadi Dewasa Lahir Batin, Tak Ada Hubungannya dengan Urusan Ranjang

Dilansir dari Yale Medicine, Jacob Tebes, PhD, profesor psikiatri di Yale School of Medicine dan Yale Child Study Center, menjelaskan bahwa quarter-life crisis adalah respons terhadap perubahan besar dalam hidup yang sering dialami oleh orang dewasa muda.

“Pada awal usia 20-an hingga awal 30-an, banyak orang merasa tidak siap atau bahkan terjebak dalam peran baru sebagai orang dewasa. Hal ini bisa memicu stres, kecemasan, atau bahkan depresi,” jelas Dr. Tebes.

Fase ini ternyata lebih umum daripada yang diperkirakan. Sebuah survei menunjukkan bahwa hingga 70 persen orang dewasa muda mengalaminya.

Baca Juga: Merasa Belum Dewasa? Peneliti Ungkap Usia Sebenarnya untuk Menjadi Dewasa

Sama seperti krisis paruh baya, QLC seringkali muncul dari tekanan untuk membuat keputusan besar, seperti pilihan karier, hubungan, atau komitmen hidup lainnya.

Menurut Dr. Tebes, salah satu pemicu utama krisis seperempat abad inj adalah lingkungan yang semakin terhubung. Informasi yang melimpah dapat membuat seseorang meragukan pilihan hidupnya.

“Sebagian masalahnya adalah keyakinan bahwa ada pilihan ‘terbaik’ yang bisa dibuat dalam setiap aspek hidup. Namun, ini hanyalah ilusi. Tidak ada pilihan yang benar-benar sempurna. Apa yang kita lakukan setelah membuat keputusanlah yang menentukan hasil akhirnya,” tambahnya.

Dr. Tebes juga menekankan pentingnya menjaga kesehatan fisik dan mental sebagai prioritas utama selama menghadapi fase ini. Pilihan yang baik, seperti menerapkan gaya hidup sehat dan berbicara dengan orang-orang terpercaya, dapat membantu mengurangi tekanan yang dirasakan.

Putri Yasmin, seorang narasumber yang telah menghadapi quarter-life crisis, mengatakan mulai merasakan fase ini saat lulus kuliah.

“Pertama kali saya merasakannya saat memasuki usia 20-an. Hubungan pertemanan mulai berkurang, dan lingkungan saya berubah dibandingkan sebelumnya,” ungkapnya.

Putri juga menggambarkan rasa sepi yang muncul akibat perubahan tersebut. Faktor utamanya adalah pergeseran lingkungan, terutama dalam pertemanan, ditambah dengan tanggung jawab yang semakin banyak.

“Saya merasa harus fokus pada beberapa hal dan itu membuat saya merasa terisolasi,” tambahnya.

Untuk keluar dari fase ini, Putri mencoba berbagai langkah. Salah satunya adalah keluar dari zona nyaman dengan mencoba hal baru. Ia juga berbagi cerita dengan teman-teman dekat untuk meringankan beban pikiran.

“Saya ingin membuka usaha baru untuk menciptakan koneksi dan lingkungan baru. Harapan saya, perasaan sepi, jenuh, dan tekanan tanggung jawab yang tidak perlu akan perlahan hilang,” jelas Putri.

Pada akhirnya, quarter life crisis adalah bagian normal dari proses tumbuh dewasa. Ketidakpastian yang menyertainya dapat menjadi sumber kecemasan, namun juga dapat menjadi motivasi untuk menemukan jati diri dan tujuan hidup. Dengan sikap yang positif dan dukungan dari orang-orang terdekat, yakin saja bahwa kamu dapat melewati masa sulit ini dan keluar sebagai pribadi yang lebih baik.

(Nurul Lutfia)

BERITA TERKAIT

BERITA TERKINI